MAKALAH
“SEJARAH BERBAGAI KERAJAAN DI NUSANTARA”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
PANCASILA
Dosen Pengampu: SUSI YULIANTI SH.MH
Disusun
Oleh:
1.
Eva Melinda Sari 1602030075
2.
Mujadid Ahmad 1602030032
3.
Muhammad Fikri 1602030031
4.
Sus Yanti 1602030043
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas
segala berkah dan rahmat-NYA sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam tak lupa kami sanjung agungkan kepada junjungan kita
Nabiyullah Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang patut kita teladani
Ucapan trimakasih kasih kami haturkan kepada dosen pengajar mata kuliah Pancasila, Ibu Susi Yulianti SH.MH yang
telah membimbing kami dan memberi kami kepercayaan untuk membahas salah satu
materi Pancasila tentang “Sejarah Berbagai Kerajaan di Nusantara”.
Akhir kata, “Tiada Gading Yang Tak Retak”, kami sangat menyadari makalah
kami masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik
serta saran dari Ibu Dosen dan teman-teman guna menjadikan makalah ini lebih
baik kedepannya dan bernanfaat bagi pembaca, Amin .
Metro, 27
September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER MAKALAH....................................................................i
KATA
PENGANTAR..................................................................ii
DAFTAR
ISI.................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................1
B. Rumusan
Masalah.....................................................................1
C. Tujuan......................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH BREBAGAI
KERAJAAN DI NUSANTARA
A. Sejarah
kerajaan dinusantara...............................................2
B. Kerajaan
Kahuripan Dan Raja Airlangga............................8
C. Kerajaan
Majapahit..............................................................9
D. Peninggalan
majapahit........................................................15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan..............................................................................19
Daftar
Pustaka..........................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan-kerajaan di Indonesia mengalami prtumbuhan
dan perkembangan menjadi bentuk-bentuk kesatuan besar. Perkembangan dan
pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari keberadaan kerajaan-kerajaan di
Indonesia seperti hindu, budha, dan islam. Keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut
telah mewarnai sejarah kerajaan di Indonesia. Kerajaan-kerajaan di indonesia
sangat banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pada zaman kerajaan berkembang Agama Hindu lah yang
pertama masuk ke Indonesia dengn diperkirakan pada awal Tarikh Masehi dan terus
berkembang sampai kerajaan-kerajaan Islam bermunculan. Sedangkan kerajaan Islam
di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai
dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya
lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India,
Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan
wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.
B. Rumusan Masalah
1. Kerajaan-kerajaan
apa saja yang ada di indonesia?
2. Bagaimana
bentuk kebudayaan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di indonesia?
3. Bagaimana
bentuk kebudayaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ?
C. Tujuan
SEJARAH KERAJAAN DI NUSANTARA
A. Sejarah kerajaan di Nusantara
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha
berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh
seperti India,
Tiongkok,
dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia
diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India
antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan
sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni
musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan
yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara
yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa ini
pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya
dan Majapahit.
Pada masa abad ke-7
hingga abad ke-14,
kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing
mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah
dan Kamboja.
Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur,
Majapahit.
Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita
Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12,
melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera
Pasai di Sumatera dan Demak
di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri
kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
A.1 Kerajaan Nusantara Dari
Sebelum Masehi Yang Meninggalkan Sejarah
1. Kerajaan
Kandis (sebelum Masehi)
Kerajaan ini diyakini berdiri sebelum Masehi,
mendahului berdirinya kerajaan Moloyou atau Dharmasraya. Dua tokoh yang sering
disebut sebagai raja kerajaan ini adalah Patih dan Tumenggung. Nenek moyang
Lubuk Jambi diyakini berasal dari keturunan waliyullah Raja Iskandar
Zulkarnain. Tiga orang putra Iskandar Zulkarnain yang bernama Maharaja Alif,
Maharaja Depang dan Maharaja Diraja berpencar mencari daerah baru. Maharaja
Alif ke Banda Ruhum, Maharaja Depang ke Bandar Cina dan Maharaja Diraja ke
Pulau Emas (Sumatra). Ketika berlabuh di Pulau Emas, Maharaja Diraja dan
rombongannya mendirikan sebuah kerajaan yang dinamakan dengan Kerajaan Kandis
yang berlokasi di Bukit Bakar/Bukit Bakau. Daerah ini merupakan daerah yang
hijau dan subur yang dikelilingi oleh sungai yang jernih.
2. Kerajaan Salakanagara (130-362 M)
2. Kerajaan Salakanagara (130-362 M)
Kerajaan ini
adalah kerajaan yang pertama di daerah Jawa Barat yang pernah tercatat oleh
sejarah. Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta Pustaka Rajyarajya i
Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran
Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di
Nusantara). Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Banten
memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein
Djajadiningrat, Tb. H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan
lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan,
ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic,
Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi,
Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi
tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa
Indonesia maupun bahasa Inggris. Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta
keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang
akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat.
3. Kerajaan Melayu Tua Jambi (Abad ke-2 M)
3. Kerajaan Melayu Tua Jambi (Abad ke-2 M)
Dharmasraya
merupakan nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera, nama ini muncul
seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Coladewa
raja Chola dari Koromandel pada tahun 1025. Dalam naskah berjudul Chu-fan-chi
karya Chau Ju-kua tahun 1225 disebutkan bahwa negeri San- fo-tsi memiliki 15
daerah bawahan, yaitu Che-lan (Kamboja), Kia-lo-hi (Grahi, Ch'ai-ya atau Chaiya
selatan Thailand sekarang), Tan-ma-ling (Tambralingga, selatan Thailand),
Ling-ya-si-kia (Langkasuka, selatan Thailand), Ki-lan-tan (Kelantan),
Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Tong-ya-nong
(Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun, daerah Terengganu sekarang),
Tsien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa- t'a (Sungai Paka,
pantai timur semenanjung malaya), Pong-fong (Pahang), Lan-mu-li (Lamuri, daerah
Aceh sekarang), Kien-pi (Jambi), Pa-lin- fong (Palembang), Sin-to (Sunda), dan
dengan demikian, wilayah kekuasaan San-fo-tsi membentang dari Kamboja,
Semenanjung Malaya, Sumatera sampai Sunda.
4. Kerajaan Sekala Brak (Abad ke-3 M)
4. Kerajaan Sekala Brak (Abad ke-3 M)
Sekala Brak (Baca: Sekala Bekhak) adalah sebuah
kerajaan yang bercirikan Hindu dan dikenal dengan Kerajaan Sekala Brak Hindu
yang setelah kedatangan Empat Umpu dari Pagaruyung yang menyebarkan agama Islam
kemudian berubah menjadi Kepaksian Sekala Brak, terletak di kaki Gunung Pesagi
(gunung tertinggi di Lampung) Yang menjadi cikal-bakal suku bangsa etnis
Lampung saat ini.
5. Kerajaan Kutai Martadipura (350-400 M)
5. Kerajaan Kutai Martadipura (350-400 M)
Kutai
Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti
sejarah tertua. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur,
tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil . Nama Kutai diberikan oleh
para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan
eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan
nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.
6. Kerajaan Tarumanegara (358-669 M)
6. Kerajaan Tarumanegara (358-669 M)
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah
kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga
abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di
sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan
Hindu beraliran Wisnu. Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang
ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang
pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan
sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang
6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan
selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Bukti
keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari
prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman
pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru
Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan
Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
7. Kerajaan Barus (Abad ke-6 M)
7. Kerajaan Barus (Abad ke-6 M)
Kesultanan
Barus merupakan kelanjutan kerajaan di Barus paska masuknya Islam ke Barus.
Islam masuk ke Barus pada awal-awal munculnya agama Islam di semenanjung Arab.
Dalam sebuah penggalian arkeologi, ditemukan Makam Mahligai sebuah perkuburan
bersejarah Syeh Rukunuddin dan Syeh Usuluddin yang menandakan masuknya agama
Islam pertama ke Indonesia pada Abad ke VII Masehi di Kecamatan Barus. Kuburan
ini panjangnya kira-kira 7 meter dihiasi oleh beberapa batu nisan yang khas dan
unik dengan bertulisan bahasa Arab, Tarikh 48 H dan Makam Mahligai merupakan
Objek Wisata Religius bagi umat Islam se-Dunia yang Letaknya 75 Km dari Sibolga
dan 359 Km dari Kota Medan. Raja pertama yang menjadi muslim adalah Raja Kadir
yang kemudian diteruskan kepada anak- anaknya yang kemudian bergelar Sultan.
Raja Kadir merupakan penerus kerajaan yang telah turun-temurun memerintah Barus
dan merupakan keturunan Raja Alang Pardosi, pertama sekali mendirikan pusat
Kerajaaannya di Toddang (tundang), Tukka, Pakkat - juga dikenal sebagai negeri
Rambe, yang bermigrasi dari Balige dari marga Pohan. Pada abad ke-6, telah
berdiri sebuah otoritas baru di Barus yang didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah
yang datang dari Tarusan, Minang, keturunan Batak dari kumpulan marga Pasaribu,
yang akhirnya membentuk Dulisme kepemimpinan di Barus.
8. Kerajaan Kalingga (Abad ke-6 M)
8. Kerajaan Kalingga (Abad ke-6 M)
Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa
Tengah, yang pusatnya berada di daerah Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga
telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber
Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki
peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya. Putri Maharani
Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama
Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani
Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari
Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang
bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
(723-732 M). Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya
menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian
disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/ Wangsa Sanjaya di
Kerajaan Mataram Kuno. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya
dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian
Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau
Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.
9. Kerajaan Kanjuruhan (Abad ke-6M)
9. Kerajaan Kanjuruhan (Abad ke-6M)
Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di
Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan
diduga telah berdiri pada abad ke-6 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan
Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan
ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan
lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
10. Kerajaan Sunda (669-1579 M)
10. Kerajaan Sunda (669-1579 M)
Kerajaan Sunda
(669-1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri
menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa
pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal
dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah
yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan
bagian barat Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga
Manik (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu
Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali
pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian,
Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah
timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali
Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa
Tengah.
B.
SEJARAH KERAJAAN KAHURIPAN DAN AIRLANGGA
Airlangga adalah
pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah tahun 1009-1042 dengan gelar Abhiseka
Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin
Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa
pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan
Jenggala, bagi kedua putranya.
Airlangga
lahir tahun 990, Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa
Warmadewa, Ibunya bernama Mahendradatta dari Wangsa Isyana dari kerajaan
Medang.
Airlangga
menikah dengan putri pamannya, yaitu Dharmawangsa Teguh di Watan, ibu kota
Kerajaan Medang (Maospati,Magetan Jatim). Ketika pesta berlangsung, kota Watan
diserbu Raja Wurawari yang menjadi sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian ini
tercatat dalam prasasti Pucangan, penyerangan ini terjadi sekitar tahun 928
saka.
Dalam
serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan
pegunungan Wanagiri ditemani pembantunya Mpu Narotama. Saat itu ia berumur 16
tahun, sejak kejadian itu ia mulai menjalani hidup sebagai seorang pertapa.
Bukti peninggalannya dapat dijumpai di Sendang
Made, Kudu, Jombang, Jatim. Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga
didatangi oleh utusan rakyat yang memintanya membangun kembali kerajaan Medang,
karene kota Watan sudah hancur, ia membangun kota Watan Mas di dekat Gunung
Penanggungan.
Saat
pertamakali ia naik tahta wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo
dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh banyak daerah bawahan
yang melepaskan diri. Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang menjadi musuh
besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India.
Ini membuat Airlangga leluasa menyiapkan diri untuk menakhlukkan pulau Jawa
Sejak tahun
1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya
Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk
menegakkan kembalikekuasaan Wangsa Isnaya atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak
berjalan dengan baik, karena menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian
direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan
prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah di Kahuripan
(Sidoarjo).
Airlangga
pertama-tama mengalahkan Raja Hasin, 1030 menakhlukkan Wisnuprbhawa raja
Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1032,
Airlangga dikalahkan oleh seorang raja wanita dari Tulungagung, istana Watan
Mas dihancurkan. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani
Mapanji Tumanggala, dan membangun kota baru di Kahuripan, dalam tahun itu juga
Raja Wurawari dapat dikalahkan bersama Mpu Narotama. Terakhir tahun 1035,
Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah
ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian
mati dibunuh rakyatnya sendiri.
b.1 Pembangunan Kerajaan
Kerajaan
yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya membentang
dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama
Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya.
Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri
Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas
wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui
sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian
pindah ke Daha (Kediri).
Setelah
keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi
kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti
peninggalannya antara lain :
ü Membangun
Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
ü Membangun
bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
ü Memperbaiki
pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat
Surabayasekarang.
ü Membangun
jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
ü Meresmikan
pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
ü Memindahkan
ibu kota dari Kahuripan ke Daha
Ketika itu,
Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama
Hindu Syiwa dan Buddha.
Airlangga juga
menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna
Wiwaha, yang diadaptasi dari epic Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan
perjuangan Arjunamengalahkan Niwatakawancaka, sebagai kiasan Airlangga
mengalahkan Wurawari.
b.2 Pembelahan kerajaan
Pada tahun
1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta, ia bergelar Resi Aji Paduka
Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana. Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota
Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli
putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035)
adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya
bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia
pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat
ke Bali mengajukan
niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.
Airlangga
lalu membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi
menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini
tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan
prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat
disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah
oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di
kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.
Dalam
prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja,
sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi
Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan
terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Tidak
diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. Prasasti Sumengka (1059)
peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan
di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita
prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai
dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah
penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat
diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
b.3 Tokoh-tokoh
Penting masa Airlangga
Mahendradatta,
juga dikenal di Bali dengan sebutan Gunapriya Dharmapatni, adalah puteri raja Sri Makutawangsa wardhana dari Wangsa Isyana (Kerajaan Medang). Ia
menikah dengan Udayana, raja Bali dariWangsa Warmadewa, yang kemudian memiliki beberapa orang putra, yaitu Airlangga yang
kemudian menjadi raja di Jawa, dan Anak Wungsu yang kemudian menjadi raja di Bali
Mpu Narotama
adalah pembantu Airlangga yang setia menemani sejak masa pelarian sampai masa
pemerintahan majikannya itu. Menurut prasasti Pucangan, Airlangga dan
Narotama berasal dari Bali. Keduanya datang ke Jawa tahun 1006.
Sanggramawijaya
Tunggadewi adalah putri Airlangga yang menjadi pewaris takhta Kahuripan, namun
memilih mengundurkan diri sebagai pertapa bergelar Dewi Kili Suci. Pada masa
pemerintahan Airlangga, sejak kerajaan masih berpusat di Watan Mas sampai
pindah ke Kahuripan, tokoh Sanggramawijaya menjabat sebagai rakryan mahamantri alias putri mahkota. Gelar lengkapnya ialah Rakryan Mahamantri i Hino
Sanggramawijaya Dharmaprasada Tunggadewi. Nama ini terdapat dalam prasasti Cane
(1021) sampai prasasti Turun Hyang I (1035). Tokoh Dewi Kili Suci dalam Cerita
Panji dikisahkan sebagai sosok agung yang sangat dihormati. Ia sering membantu
kesulitan pasangan Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana, keponakannya.
Dewi Kili
Suci juga dihubungkan dengan dongeng terciptanya Gunung Kelud. Dikisahkan
semasa muda ia dilamar oleh seorang manusia berkepala kerbau bernama
Mahesasura. Kili Suci bersedia menerima lamaran itu asalkan Mahesasura mampu
membuatkannya sebuah sumur raksasa.
Sumur
raksasa pun tercipta berkat kesaktian Mahesasura. Namun sayang, Mahesasura
jatuh ke dalam sumur itu karena dijebak Kili Suci. Para prajurit Kadiri atas
perintah Kili Suci menimbun sumur itu dengan batu-batuan, Timbunan batu begitu
banyak sampai menggunung, dan terciptalah Gunung Kelud. Oleh sebab
itu, apabila Gunung Kelud meletus, daerah Kediri selalu
menjadi korban, sebagai wujud kemarahan arwah Mahesasura.
Dewi Kili
Suci juga terdapat dalam Babad Tanah Jawi sebagai putri sulung Resi Gentayu raja Koripan. Kerajaan Koripan kemudian
dibelah dua, menjadi Janggala dan Kadiri, yang
masing-masing dipimpin oleh adik Kili Suci, yaitu Lembu Amiluhur dan Lembu
Peteng.
Kisah ini
mirip dengan fakta sejarah, yaitu setelah Airlangga turun
takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibagi dua, menjadi Kadiri yang
dipimpin Sri Samarawijaya, serta Janggala yang
dipimpin Mapanji Garasakan.
Pada masa
pemerintahan Airlangga dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah
raja adalah rakryan mahamantri. Jabatan ini identik dengan putra mahkota, sehingga
pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.
Dari
prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021
sampai 1035, yang menjabat sebagai rakryan mahamantri adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Sedangkan, pada prasasti Pucangan
(1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai rakryan mahamantri.
Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam Serat Calon Arang yang mengundurkan diri menjadi pertapa bernama Dewi Kili Suci. Dalam
kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki. Dengan
demikian, Samarawijaya dipastikan adalah adik Sanggramawijaya Tunggadewi.
b.4 Perang
Saudara
Sebelum
turun takhta tahun 1042, Airlangga dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua
putranya. Maka, ia pun membelah wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu Kadiri dan Janggala. Peristiwa
ini diberitakan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang, serta diperkuat oleh prasasti Turun Hyang (1044).
Dalam prasasti
Turun Hyang, diketahui nama raja Janggala setelah
pembelahan ialah Mapanji Garasakan. Nama raja Kadiri tidak
disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya,
karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagai putra mahkota.
Prasasti
Turun Hyang tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah Mapanji Garasakan tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantu Janggala melawan Kadiri. Jadi,
pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh Airlangga terkesan
sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan Mapanji Garasakan tetap saja berebut kekuasaan.
Adanya unsur
Teguh dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra Airlangga yang
dilahirkan dari putri Dharmawangsa Teguh. Sedangkan Mapanji Garasakan adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa Airlangga memiliki
dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai situs pemakaman Airlangga.
Pembelahan
kerajaan sepeninggal Airlangga tidak membuahkan hasil. Perang saudara tetap terjadi
antara Garasakan raja Janggala melawan Sri Samarawijaya raja Kadiri. Mula-mula kemenangan berada di pihak Janggala. Pada tahun
1044 Garasakan menetapkan desa Turun Hyang sebagai sima swatantra atau
perdikan, karena para pemuka desa tersebut setia membantu Janggala melawan
Kadiri.
Pada tahun
1052 Garasakan memberi anugerah untuk desa Malenga karena membantu
Janggala mengalahkan Aji Linggajaya raja Tanjung. Linggajaya ini merupakan
raja bawahan Kadiri. Piagam yang berkenaan dengan peristiwa tersebut terkenal
dengan nama prasasti Malenga.
Mpu Bharada
muncul dalam Serat Calon Arang sebagai tokoh yang berhasil mengalahkan
musuh Airlangga, yaitu Calon Arang, seorang
janda sakti dari desa Girah.
Dikisahkan
pula, Airlangga berniat turun takhta menjadi pendeta. Ia kemudian berguru pada
Mpu Bharada. Kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Berhubung Airlangga
juga putra sulung raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putrnya
di pulau itu.
Mpu Bharada
dikirim ke Bali menyampaikan maksud tersebut. Dalam perjalanan menyeberang
laut, Mpu Bharada cukup dengan menumpang sehelai daun. Sesampainya di Bali
permintaan Airlangga yang disampaikan Mpu Bharada ditolak oleh Mpu Kuturan,
yang berniat mengangkat cucunya sebagai raja Bali.
Airlangga
terpaksa membelah wilayah kerajaannya demi perdamaian kedua putranya. Menurut
Nagarakretagama, Mpu Bharada bertugas menetapkan batas antara kedua
belahan negara.
Dikisahkan,
Mpu Bharada terbang sambil mengucurkan air kendi. Ketika sampai dekat desa
Palungan, jubah Mpu Bharada tersangkut ranting pohon asam. Ia marah dan
mengutuk pohon asam itu menjadi kerdil. Oleh sebab itu, penduduk sekitar
menamakan daerah itu Kamal Pandak, yang artinya “asem pendek”.
Desa Kamal
Pandak pada zaman Majapahit menjadi lokasi pendirian Prajnaparamitapuri, yaitu
candi pendharmaan arwah Gayatri, istri Raden Wijaya.
Selesai
menetapkan batas Kerajaan Kadiri dan Janggala berdasarkan
cucuran air kendi, Mpu Bharada mengucapkan kutukan, barang siapa berani
melanggar batas tersebut hidupnya akan mengalami kesialan. Menurut prasasti
Mahaksobhya yang diterbitkan Kertanagara raja Singhasari tahun 1289,
kutukan Mpu Bharada sudah tawar berkat usaha Wisnuwardhana menyatukan
kedua wilayah tersebut.
Nagarakretagama
juga menyebutkan, Mpu Bharada adalah pendeta Buddha yang
mendapat anugerah tanah desa Lemah Citra atau Lemah Tulis. Berita ini cukup
unik karena ia bisa menjadi guru spiritual Airlangga yang menganut agama Hindu Wisnu.
Calon Arang
adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Tidak
diketahui lagi siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat
penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Instituut. ia adalah seorang janda pengguna ilmu hitam yang sering merusak hasil panen para petani dan
menyebabkan datangnya penyakit. Calon Arang mempunyai seorang puteri bernama Ratna Manggali, yang meskipun cantik, tidak dapat mendapatkan
seorang suami karena orang-orang takut pada ibunya. Karena kesulitan yang
dihadapi puterinya, Calon Arang marah dan ia pun berniat membalas dendam dengan
menculik seorang gadis muda. Gadis tersebut ia bawa ke sebuah kuil untuk
dikorbankan kepada Dewi Durga. Hari berikutnya, banjir besar melanda desa
tersebut dan banyak orang meninggal dunia. Penyakit pun muncul.
Raja
Airlangga yang mengetahui hal tersebut kemudian meminta bantuan penasehatnya, Empu Baradah untuk mengatasi masalah ini. Empu Baradah lalu
mengirimkan seorang prajurit bernama Empu Bahula untuk dinikahkan kepada Ratna.
Keduanya menikah besar-besaran dengan pesta yang berlangsung tujuh hari tujuh
malam, dan keadaan pun kembali normal.
Calon Arang
mempunyai sebuah buku yang berisi ilmu-ilmu sihir. Pada suatu hari, buku ini
berhasil ditemukan oleh Bahula yang menyerahkannya kepada Empu Baradah. Saat
Calon Arang mengetahui bahwa bukunya telah dicuri, ia menjadi marah dan
memutuskan untuk melawan Empu Baradah. Tanpa bantuan Dewi Durga, Calon
Arang pun kalah. Sejak ia dikalahkan, desa tersebut pun aman dari ancaman ilmu
hitam Calon Arang.
C. KERAJAAN MAJAPAHIT
C.1. Awal Berdirinya
Kerajaan Majapahit
Setelah Raja Kertanegara wafat dalam penyerangan
Jayakatwang dari Kediri, maka berakhir pula riwayat Kerajaan Singasari. Raja
Kertanegara beserta semua pembesar istana tewas dalam penyerangan tersebut.
Sementara itu, Raden Wijaya(menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri dan
meminta perlindungan kepada Aria Wiraraja (Adipati Sumenep) di Madura.
Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya bisa
diampuni oleh Jayakatwang dan kemudian menjadi orang kepercayaan raja Kediri
tersebut. Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya dihadiahi Hutan Tarik
oleh Jayakatwang. Raden Wijaya beserta pengikutnya yang setia membuka hutan
Tarik(wilayah Trowulan, Mojokerto) untuk dihuni. Disinilah asal mula berdirinya
Majapahit. Kata Majapahit sendiri diambil dari buah Maja yang rasanya pahit.
Karena hutan Tarik banyak sekali buah Maja.
Pada tahun 1293 pasukan Kubilai Khan dari Cina datang
dengan tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Singasari. Mereka tidak mengetahui
bahwa Singasari telah hancur. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijava untuk
membalas dendam kepada Raja Jayakatwang. Dengan siasat dari Aria Wiraraja,
dikatakanlah bahwa Raja Jawa itu adalah Jayakatwang, maka bergabunglah pasukan
Raden Wijaya dengan pasukan mongol untuk membalas dendam kepada Jayakatwang.
Dalam waktu singkat, Kerajaan Kediri hancur dan Raja Jayakatwang terbunuh.
Pasukan Kubilai Khan kembali ke pelabuhan, namun di tengah perjalanan pasukan
Raden Wijaya dengan bantuan pasukan Singasari dari Sumatera dan tambahan bala
tentara dari Kadipaten Sumenep menyerang pasukan tersebut. Pasukan Kubilai Khan
segera pergi dari tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja dengan gelar Kertarajasa
Jayawardhana. Menurut kidung Harsa Wijaya penobatannya itu terjadi pada
tanggal 15 bulan Karttika (ri purneng karttikamasa pancadasi) tahun 1215 saka
(12 Nopember 1293 M).
C.2. Raja-raja Kerajaan Majapahit
1. Kertajasa Jawardhana atau Raden Wijaya (1293 –
1309)
Raden Wijaya mempunyai 4 orang istri (keempatnya
adalah putri Raja Kertanegara (Raja Singasari terakhir) :
1. Dyah Sri Tribuaneswari (karena
sebagai putri sulung maka menjadi permaisuri) dikaruniai seorang anak laki-laki
yang kemudian sebagai putra mahkota bernama Jayanegara
2. Dyah Dewi Narendraduhita (tidak
mempunyai putra)
3. Dyah
Dewi Prajna Paramita (tidak mempunyai putra)
4. Dyah
Putri Gayatri (sebagai putri bungsu dijadikan Rajapatni) dikaruniai
2 orang putri bernama “Tribuanatungga Dewi Jaya Wisnuwardhani (menjadi Bhre
Kahuripan) dan Rajadewi Maharajasa (menjadi Bhre Daha)
Semasa berkuasa Raden Wijaya memerintah dengan
bijaksana. Semua yang berjasa dalam berdirinya Majapahit diberi imbalan. Arya
Wiraraja diberi kekuasaan di wilayah timur. Ronggolawe (anak dari Aria
Wiraraja) diberi jabatan sebagai Adipati Tuban. Sementara itu Nambi diangkat
sebagai mahapatih. Lembu Sora dan Gajah Biru diangkat sebagai panglima perang.
Sayang, pengangkatan Nambi sebagai mahapatih ternyata menimbulkan kecemburuan
pada diri Ronggolawe. Dia merasa bahwa seharusnya Lembu Soralah yang diangkat
menjadi mahapatih karena Nambi dinilai tidak besar jasanya terhadap berdirinya
Majapahit.
Akhirnya Ronggolawe pun memberontak terhadap
Kertarajasa. Raja Kertarajasa memerintahkan Nambi didampingi Lembu Sora
dan Kebo Anabrang untuk menumpas pemberontakan Ronggolawe. Pada pertempuran di
sungai Tambak Beras, Kebo Anabrang berhasil membunuh Ronggolawe secara kejam.
Melihat keponakannya dibunuh secara kejam oleh Kebo Anabrang, Lembu Sorapun
akhirnya membunuh Kebo Anabrang.
Raja Kertarajasa Jayawardhana wafat pada tahun 1309 dan
dimakamkan di Simping (Blitar) sebagai Syiwa dan sebagai Budha di Antahpura
(dalam kota Majapahit), sedangkan arca perwujudannya adalah “Harihara” yaitu
Wisnu dan Syiwa dalam satu arca.
2. Jayanegara (1309-1328)
Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang
berarti "penjahat lemah". Kepemimpinan Jayanegara kurang bijaksana
dan kurang berwibawa. Pada masa pemerintahannya banyak ditandai oleh
pemberontakan-pemberontakan, semua yang berjasa mengantarkan Raden Wijaya
menjadi raja Majapahit merasa tidak puas dengan pemerintahan Jayanegara dan
akhirnya memberontak antara lain: pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Juru
Demung dan Gajah Biru, pemberontakan Nambi, pemberontakan Ra Kuti dan Ra Semi.
Pemberontakan terakhir merupakan pemberontakan yang paling besar dan berbahaya,
pasukan Ra Kuti berhasil menguasai ibukota kerajaan sehingga Raja Jayanegara
terpaksa melarikan diri ke Bedonder. Atas usaha pasukan Bhayangkari pimpinan
Gajah Mada pemberontakan Ra Kuti dapat dipadamkan. Pada tahun 1328, Jayanegara
dibunuh oleh tabibnya, Ra Tanca. Ra Tanca sendiri akhirnya tewas ditangan Gajah
Mada saat itu juga.
Jayanegara tidak mempunyai keturunan, oleh karena itu
Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni
menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani untuk
menjadi ratu Majapahit.
3. Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Tribhuwana Tunggadewi memerintah dibantu dengan
suaminya yaitu Kertawardhana. Pada saat pemerintahannya terjadi pemberontakan
Sadeng dan Keta, pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Pada
tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih menggantikan Mpu
Nala, pada saat pelantikannya Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum
wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun
isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut :
Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, amun kalah ring Gurun, ring
seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, saman isun amukti palapa”.
Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan
yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun
sebuah kemaharajaan.
Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih
besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Karena pada tahun 1350 Rajapatni
Dyah Dewi Gayatri meninggal, maka Tribuana Tungga Dewi terpaksa turun tahta dan
digantikan oleh putranya yaitu Hayam Wuruk. Menurut Pararaton,
Tribhuwana Tunggadewi didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak
di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel
meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang
terletak di desa Japan.
4. Hayam Wuruk (1350-1389)
Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit
yang memerintah tahun 1351-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara.
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar
Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih
Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab Negarakertagama dapat
diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir
sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan
Majapahit sampai ke negara-negara tetangga. Satu-satunya daerah yang tidak
tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah
kekuasaan Sri Baduga Maharaja.
Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk
dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri
Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada
melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan
putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda
dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan
paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak,
Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri. Tahun 1364 Gajah Mada meninggal,
Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk
memilih penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang
sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada
akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti
“untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi
sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami
sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
5. Wikramawardhana (1389-1429)
Pengganti Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani. Namun dalam prakteknya sang suami Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit, yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg. Wikramawardhana meninggal tahun 1429.
6. Suhita bergelar Dyah Ayu Kencana Wungu memerintah tahun 1429 - 1447
7. Kertawijaya bergelar Brawijaya I memerintah tahun 1447 - 1451
8. Rajasa wardhana Brawijaya II memerintah tahun 1451 - 1453
9. Purwawisesa atau Girishawardhana bergelar Brawijaya III memerintah tahun 1456 - 1466
10. Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa bergelar Brawijaya IV memerintah tahun 1466 - 1468
11. Bhre Kertabumi bergelar Brawijaya V memerintah tahun 1468 - 1478
12. Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI memerintah tahun 1478 - 1498
13. Patih Udara memerintah tahun 1498 - 1518 ( wikipedia raja raja majapahit )
C.3 Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit terjadi saat dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dengan Patihnya yaitu Gajah Mada.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun
1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan
bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364),
Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.
Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan
Majapahit.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit
melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
C.4. Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1518.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
D. PENINGGALAN SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT
1.Candi wiringin lawang
Berupa bangunan gapura agung dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter dengan arsitektur candi bentar atau “candi terbelah” yang sampai sekarang sering diaplikasikan dalam gaya arsitektur Bali. Fungsi utama bangunan ini diduga adalah sebagai pintu gerbang menuju kawasan utama di ibukota kerajaan Majapahit. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena terlihat dari jalan utama Surabaya-Solo, tepatnya di daerah Brangkal, sebelum memasuki wilayah Trowulan.
Berupa bangunan gapura agung dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter dengan arsitektur candi bentar atau “candi terbelah” yang sampai sekarang sering diaplikasikan dalam gaya arsitektur Bali. Fungsi utama bangunan ini diduga adalah sebagai pintu gerbang menuju kawasan utama di ibukota kerajaan Majapahit. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena terlihat dari jalan utama Surabaya-Solo, tepatnya di daerah Brangkal, sebelum memasuki wilayah Trowulan.
2. Candi
Brahu
Berlokasi di
kawasan Bejijong, Trowulan yang sekarang merupakan sentra pengrajin Kuningan
dan Patung Batu. Candi Brahu adalah bangunan suci peribadatan yang dipergunakan
untuk memuliakan anggota keluarga kerajaan yang telah wafat. Konon 4 raja
pertama kerajaan Majapahit yang wafat diperabukan/dikremasi di kompleks
bangunan candi Brahu.
3. Candi
Gentong
Candi ini
masih dalam tahap restorasi, sehingga wujudnya masih berupa reruntuhan bangunan
yang belum bisa dinikmati dengan nyaman. Lokasinya sendiri berdekatan dengan
candi Brahu.
4. Candi
Tikus
Adalah kolam
pemandian ritual (petirtaan) yang berbentuk bangunan kolam bujur sangkar
berukuran 22,5 meter x 22,5 meter dengan arsitektur teras-teras persegi yang
dimahkotai menara-menara yang ditata dalam susunan konsentris yang menjadi
titik tertinggi bangunan ini. Pada sisi utara terdapat sebuah tangga menuju
dasar bangunan kolam. Struktur utama yang menonjol dari dinding selatan
diperkirakan mengambil bentuk gunung legendaris Mahameru. Konon dulunya kolam
ini dipergunakan sebagai tempat pemandian putri raja-raja Majapahit. Nama Candi
Tikus sendiri diambil lantaran dulunya lokasi ini menjadi sarang tikus yang
sering menjadi gangguan hama bagi sawah milik penduduk
5.Candi Bajang Ratu
Lokasi Candi Bajang Ratu berdekatan dengan Candi Tikus, berupa bangunan ramping nan anggun dengan arsitektur gapura paduraksa setinggi 16,5 meter. Pada bagian atap terdapat aksesoris bangunan yang menampilkan ukiran hiasan rumit/detail. Nama Bajang Ratu dalam bahasa jawa berarti “Raja Kecil” dikaitkan masyarakat dengan raja kedua Majapahit yaitu Jayanegara. Konon Jaya negara pernah jatuh saat kecil di tempat ini, sedang yang lain beranggapan karena Raja Jayanegara naik tahta dalam usia sangat muda. Sejarawan sendiri mengkaitkan bangunan Candi Bajang Ratu sebagai penghormatan bagi Raja Jayanegara yang wafat tahun 1328 M.
Lokasi Candi Bajang Ratu berdekatan dengan Candi Tikus, berupa bangunan ramping nan anggun dengan arsitektur gapura paduraksa setinggi 16,5 meter. Pada bagian atap terdapat aksesoris bangunan yang menampilkan ukiran hiasan rumit/detail. Nama Bajang Ratu dalam bahasa jawa berarti “Raja Kecil” dikaitkan masyarakat dengan raja kedua Majapahit yaitu Jayanegara. Konon Jaya negara pernah jatuh saat kecil di tempat ini, sedang yang lain beranggapan karena Raja Jayanegara naik tahta dalam usia sangat muda. Sejarawan sendiri mengkaitkan bangunan Candi Bajang Ratu sebagai penghormatan bagi Raja Jayanegara yang wafat tahun 1328 M.
6.Candi Kedaton
Candi Kedaton masih dalam tahap restorasi hingga kini, karena wujudnya masih berupa misteri yang sulit dipecahkan. Pada komplek candi ini terdapat beberapa bangunan berupa candi, sumur upas, lorong rahasia, mulut gua, dan makam Islam. Para ahli sejarah masih berupaya menyingkap misteri untuk menemukan bentuk bangunan candi ini. Namun ada dugaan bahwa daerah Kedaton, dahulu merupakan kompleks ibukota pada masa-masa Majapahit akhir.
7. Candi Minak Jinggo
Candi Kedaton masih dalam tahap restorasi hingga kini, karena wujudnya masih berupa misteri yang sulit dipecahkan. Pada komplek candi ini terdapat beberapa bangunan berupa candi, sumur upas, lorong rahasia, mulut gua, dan makam Islam. Para ahli sejarah masih berupaya menyingkap misteri untuk menemukan bentuk bangunan candi ini. Namun ada dugaan bahwa daerah Kedaton, dahulu merupakan kompleks ibukota pada masa-masa Majapahit akhir.
7. Candi Minak Jinggo
Bangunan
yang terletak didekat “kolam segaran” ini hanya tersisa reruntuhnya saja,
memiliki bentuk unik berupa kombinasi bahan andesit dibagian luar dan baru di
bagian dalam. Di Candi ini ditemukan arca unik berwujud ukiran makhluk ajaib yang
didentifikasi sebagai Qillin, makhluk ajaib dalam mitologi China. Adanya
penemuan arca ini menjadi isyarat kuat bahwa terdapat hubungan budaya yang
cukup kuat antara kerajaan Majapahit dengan Dinasti Ming di China. Candi ini
memiliki keterkaitan sangat erat dengan legenda rakyat Danar Wulan dan Menak
Jinggo.
8. Candi Grinting
Candi yang
berlokasi di dusun Grinting, desa karang jeruk kecamatan Jatirejo ini belum
banyak diketahui umum. Informasi yang diperoleh tentang wujud bangunan candi
juga belum banyak, selain sisa pondasi bangunan yang ditemukan oleh pembuat
batu bata.
9. Pendopo
Agung
Bangunan ini
dulunya berupa penemuan umpak-umpak besar yang diduga sisa dari sebuah bangunan
pendapa agung, tempat raja Majapahit menemui tamu-tamu kerajaan, letaknya juga
di dekat Kolam Segaran. Sekarang lokasi ini sudah dipugar oleh pihak Kodam V
Brawijaya menjadi bangunan pendapa yang nyaman untuk dikunjungi. Dibelakang
bangunan ini terdapat batu miring, yang konon menjadi tempat Mahapatih Gajah
Mada mengikrarkan Sumpah Palapa. Selain itu juga terdapat kompleks makam dan
petilasan Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit yang ramai dikunjungi oleh
peziarah dan “konon” kalangan pejabat yang ingin terkabul maksudnya terutama
pada malam Jum’at.
10. Kolam Segaran
10. Kolam Segaran
Adalah
bangunan monumental berupa kolam besar dari batu bata, berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 800 x 500 meter persegi. Kedalaman Kolam Segaran sekitar
3 meter dengan tebal dinding 1,6 meter. Nama Segaran berasal dari bahasa Jawa
'segara' yang berarti 'laut', mungkin masyarakat setempat mengibaratkan kolam
besar ini sebagai miniatur laut. Diduga fungsi kolam ini adalah sebagai
reservoir air bagi pemukiman penduduk kerajaan Majapahit yang padat, atau
sebagai tempat latihan renang bagi prajurit kerajaan. Dugaan lain adalah
sebagai tempat hiburan menjamu tamu-tamu kerajaan, dimana mereka dijamu di tepi
kolam dengan perlengkapan makan dari emas dan perak, lalu sesuai acara
perjamuan peralatan nan mahal ini dilemparkan ke tengah-tengah kolam untuk
menunjukkan betapa makmurnya kerajaan Majapahit.
12.Alun-Alun
Watu Umpak
Situs ini terletak hanya sekitar 100 meter dari situs candi Kedaton, berupa kumpulan batu-batu umpak besar yang tersusun rapi. Diduga situs ini adalah bekas bangunan kerajaan Majapahit yang berkaitan pula dengan situs candi Kedaton.
13. Makam Putri Campa
Merupakan
kompleks pemakaman Islam kuno di dekat Candi Menak Jinggo dengan fokus berupa
makam putri Campa, yang konon adalah selir atau istri raja Majapahit periode
akhir. Dari bentuk makam diperkirakan Putri Campa yang wafat tahun 1448 M
menganut agama Islam, dan konon berhasil mengajak raja Majapahit terakhir untuk
memeluk agama Islam. Seperti diketahui bahwa Raden Patah, pendiri kerajaan
Demak yang notabene kerajaan Islam pertama di Jawa, adalah termasuk putra dari
raja Brawijaya, raja Majapahit pada periode akhir.
14. Makam Troloyo
14. Makam Troloyo
Merupakan
kompleks pemakaman Islam kuno, dimana kebanyakan batu nisan disana berangka
tahun 1350 dan 1478. Makam Troloyo membuktikan bahwa komunitas muslim bukan
hanya telah ada di pulau Jawa pada pertengahan abad ke-14, tapi juga sebagai
bukti bahwa agama Islam telah diakui dan dianut oleh sebagian kecil penduduk
ibu kota Majapahit
15. Siti Inggil
15. Siti Inggil
Siti Inggil atau yang artinya Tanah Tinggi atau mungkin dikonotasikan dengan Tanah yang di-Agungkan terletak di dekat lokasi Candi Brahu. Konon Siti Inggil dulunya berupa punden yang pernah menjadi tempat pertapaan Raden Wijaya. Di lokasi ini terdapat situs berupa 2 buah makam yaitu makam Sapu Angin dan Sapu Jagat yang dikeramatkan oleh penduduk dan banyak dikunjungi oleh peziarah terutama saat malam Jumat.
16.Candi Jolotundo
Candi ini terletak di lereng Gunung Bekal, salah satu puncak dari pegunungan Penanggungan. Tepatnya di Desa Seloliman Kecamatan Trawas. Bangunannya terbuat dari batu kali dengan ukuran panjang 16,85 m lebar 13,52 m tinggi 5,20 m. Menurut data sejarah candi ini menunjukkan angka tahun 977 M, dan di sebelah kiri dinding belakang candi terdapat tulisan GEMPENG, disamping itu di sebelah sudut tenggara juga ada tulisannya.
17. Reco Lanang
Arca yang terbuat dari batu andesip dengan ukuran tinggi 5,7 meter ini merupakan gambaran dari perwujudan salah satu Dhani Budha yang disebut Aksobnya yang menguasai arah mata angin sebelah timur. Agama Budha Mahayana mengenal adanya beberapa bentuk kebudhaan yaitu Dhyani Bodhisatwa dan manusi Budhi. Dhyani Budha digambarkan dalam perwujudan Budha yang selalu bertafakur dan berada di langit. Dengan kekuatannya ia memancarkan seorang manusi Budha yang bertugas mengajarkan dharma di dunia. Tugas manusi budha berakhir setelah wafat dan kembali ke Nirwana. Demi kelangsungan ajaran dharma, Dhyani Budha memancarkan dirinya lagi ke dunia yaitu ke Dhyani Boddhisatwa. Setiap jaman mempunyai rangkaian Dhyani Budha, Boddhisatwa dan Manusi Budha. Di wilayah Trowulan sekarang sudah banyak pemahat-pemahat yang membuat arca seperti peninggalan kerajaan Majapahit,sehingga tidak sedikit orang dari luar daerah bahkan luar negeri yang memesan patung-patung seperti patung peninggalan dari kerajaan Majapahit.
18.Api Abadi Bekucuk
Menurut legenda yang beredar pada sebagian masyarakat, konon Api ajaib bekucuk sudah terkenal pada masa kerajaan Majapahit Api yang mengagumkan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berbagai kepentingan Api Bekucuk pernah menjadi perhatian masyarakat pada tahun 1933 yaitu bermunculan sumber api kecil di pekarangan dan rumah penduduk sehingga Pemerintah Kabupaten Mojokerto mengadakan peninjauan atau penelitian dan sejak itu Api Bekucuk banyak menarik perhatian masyarakat. Lokasi terletak di dusun Bekucuk desa tempuran kecamatan Sooko yang berjarak sekitar 3 Km dari Kota Mojokertoyang dapat ditempuh dengan kondisi jalan yang cukup baik.
19.Museum Purbakala Trowulan
Terletak di
wilayah Dusun Trowulan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan. Museum Purbakala
Trowulan dapat dicapai menggunakan semua moda transportasi baik melalui jalan
raya Trowulan atau jalan kecamatan tepat di seberang Kolam Segaran. Museum
Purbakala Trowulan didirikan oleh Kanjeng Adipati Ario Kromojoyo Adinegoro
bersama Ir. Henry Maclaine Pont pada tahun 1942 dengan tujuan untuk menampung
artefak hasil penelitian arkeologi di sekitar Trowulan.
Kesimpulan
Airlangga
adalah anak dari Udayana dari Wangsa Warmadewa, Ibunya bernama Mahendradatta
dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang. Airlangga meempunya dua orang adik,
yaitu Marakata yang kemudian menjadi raja Bali, dan Anak Wungsu yang
menggantikan Marakata, Airlangga menikah dengan putri pamannya, yaitu
Dharmawangsa Teguh di Watan, ibu kota Kerajaan Medang. Tetapi saat pernikahan
berlangsung terjadi penyerangan besar dari raja Wurawari.
Dalam
serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan
pegunungan Wanagiri ditemani pembantunya Mpu Narotama. Saat itu ia berumur 16
tahun, sejak kejadian itu ia mulai menjalani hidup sebagai seorang pertapa.
Diakhir masa
pemerintahannya ia membagi kerajaanya menjadi dua yaitu Kadiri yang berpusat di
Daha, dan Jenggala yang berpusat di Kahuripan. Dalam hal pemerintahan ia di
bantu oleh Mpu Bharada yang juga sebagai gurunya, Mpu Bharada juga yang menjadi
panutan ketika Airlangga membelah kerajaannya menjadi dua.
Majapahit mencapai puncak kejayaannya
dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada
(1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin
Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,
Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas
terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Daftar
Pustaka
- Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakertagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bharata
- http://id.shvoong.com/humanities/history/2076543-sejarah-kerajaan-bali/#ixzz1M1htVKRe
http://genoong.blogspot.co.id/2012/10/airlangga-adalah-pendiri-kerajaan.html
Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/9-candi-peninggalan-kerajaan-majapahit.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
Referensi :
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-majapahit.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit
http://artikelmateri.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-peninggalan-kerajaan-majapahit-lengkap.html
No comments:
Post a Comment