MAKALAH
PENDEKATAN
TEOLOGIS, FILOSOFIS DALAM STUDI AGAMA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
METODOLOGI
STUDI ISLAM
Dosen Pengampu: Dra.Hj Siti Nurjanah M.ag
Disusun Oleh :
Nama : Mujadid Ahmad
Npm : 1602030032
Prodi/kelas : Ahwalus Sahsiyah / B
FAKULTAS
SYARIAH
PROGRAM STUDY AL-AHWALUS SYAHSIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2016
KATA
PENGANTAR
Assalamuaikum Wr.wb
Alhamdulilah hirobilalamin. Puji syukur kami haturkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan tugas
matakuliah Bahasa Indonesia.
Sholawat dan salam kami hadirkan
kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat islam menuju
zaman kebenaran.
Atas terwujudnya makalah ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dra.Hj
Siti Nurjanah M.ag selaku dosen
pembimbing dalam mata kuliah Metodolodi Studi Islam
2. Segala
pihak yang telah membantu seluruh proses makalah ini dari awal samapi akhir.
Bila mana dalam pembuatan makalah
ini kami masih banyak kekerungan dan kesalahan,maka dari
itu kami mohon kritik dan saran yang membangun guna terciptanya hasil
yang lebih baik lagi.
Wasalamualaikum
Wr.wb
Metro,
September 2016
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................. i
KATA
PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR
ISI............................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................
B.
Rumusan Masalah........................................................................
C.
Tujuan...........................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN
TEOLOGIS
A.
Pengertian
Teologis ...........................................................................
B.
Pendekatan Teologis Normatif................................................................
C.
Teologi Era
Kontemporer...................................................................
BAB III
PENDEKATAN
FILOSOFIS
A. Pengertian
Filosofis........................................................................
B. Pendekatan
Filosofis.........................................................................
C. Filsafat Dalam
Islam...........................................................................
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................
Daftar Pustaka......................................................................................
BAB
1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Petunjuk-petunjuk
agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber
ajarannya, Al-qur’an dan Hadits tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan
kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi
kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial,
menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas,
egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan
persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Dewasa ini
kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam
khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan
terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab mana kala pemahaman agama yang
selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis dilengkapi dengan pemahaman
agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual,
dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam
memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan,
karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan
oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis, normative,
antropologis, sosiologis, psikologis, historis dan pendekatan filosofis, serta
pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini
adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang
selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Dari beberapa pendekatan studi islam
melalui makalah ini disini saya akan
menyajikan mengenai pendekatan teologis dan pendekatan filosofis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai seperti apa pendekatan tersebut dalam studi Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
Pengertian Teologis?
2. Bagaimana Pendekatan Teologis Normatif?
3. Seperti Apa Teologi Era Kontemporer?
4. Apa Pengertian Filosofis?
5. Bagaimana Pendekatan Filosofis?
6. Seperti Apa Filsafat Dalam jendela Islam?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian teologis
2. Untuk
mengetahui Pendekatan Teologis Normatif
3. Untuk
mengetahui Apa Teologi Era Kontemporer
4. Untuk
mengetahui Pengertian
Filosofis
5. Untuk
mengetahui Pendekatan
Filosofis
6. Untuk
mengetahui Filsafat
Dalam jendela Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN
TEOLOGIS NORMATIF
A. Pengertian Teologis
Teologi secara bahasa terdiri dari dua kata, yaitu “theos” yang berarti
Tuhan dan “Logos” yang berarti Ilmu. Jadi teologi adalah ilmu tentang Tuhan
atau ketuhanan. Secara terminologi, teologi adalah ilmu yang membahas tentang
Tuhan dan segala sesuatu yang terkait dengannya, juga membahas hubungan Tuhan dengan manusia
dan hubungan manusia dengan Tuhan.[1][3]
Dalam istilah Arab,
ajaran dasar itu disebut dengan usul al-din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi
dalam Islam selalau diberi nama kitab ushul al-din oleh para pengarangnya. Ajaran-ajaran dasar itu disebut
juga ‘aqaid, credos atau keyakinan. Teologi
dalam Islam disebut juga ilmu al-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau esa, dan keesaan
dalam pandangan Islam disebut sebagai agama monotheisme merupakan sifat yang
terpenting diantara segala sifat Tuhan. Selanjutnya teologi Islam disebut juga ‘ilmu
al-kalam.[2][4]
Menurut Amin Abdullah,
Teologi ialah suatu ilmu yang membahas tentang keyakinan, yaitu sesuatu yang
sangat fundamental dalam kehidupan bergama, yakni suatu ilmu pengetahuan yang
paling otoritatif, dimana semua hasil penelitian dan pemikiran harus sesuai
dengan alur pemikiran teologis, dan jika terjadi perselisihan, maka pandangan
keagamaan yang harus dimenangkan.[3][5]
Menurut Abuddin Nata,
pendekatan teologis dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai
upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak
dari suatu keyakiananbahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai
yang paling benar dibandingankan dengan yang lainnya [4]
Teologi Islam yang
diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam
pembahasannya dan kurang bersifat filosofis. Selanjutnya, ilmu tauhid biasanya
memberi pembahasan sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari
aliran-aliran atau golongan-golongan lain yang ada dalam teologi Islam.
B. Pendekatan Teologis
Normatif
Dalam bukunya,
Metoologi Studi Islam, Abudin Nata mengatakan bahwa pendekatan teologi normatif
dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami
agama dengan menggunakan kerangka ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu
keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan yang lainnya.[5]
Amin Abdullah mengatakan bahwa
teologi sebagaimana kita ketahui tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama
tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang
tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai
pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran
teologis.[6]
Agama sebagai objek
penelitian mempunyai dua aspek, yaitu aspek historisitas dan aspek normatif.
Aspek historis menjadi objek penelitian sejarah agama dan fenomenologi
histroris. Sedangkan aspek normatif muncul sebagai kekuatan batin yang
memberikan pengakuan akan kebenaran untuk mengatur kehidupan individu dan
kehidupan sosial. Aspek normatif tersebut merupakan tugas teologi. Pendekatan
teologi semacam ini adalah normatif dan subjektif terhadap agama yang pada
umumnya dilakukan oleh penganut agama tertentu dalam usaha untuk menyelidiki
agama lain. Oleh sebab itu, ia selalu bersifat apologis.[7] yakni menyerang
keyakinan agama lain untuk memperkokoh agama penganutnya. Karena sifat dasarnya
yang partikularistik, maka dengan mudah kita dapat menemukan teologi
Kristen-Katolik, teologi Kristen-Protestan, dan begitu seterusnya.[8]
Dalam Islam sendiri, dapat kita jumpai teologi aliran seperti dibawah ini;
1.
Aliran
Khawarij, berpandangan bahwa orang berdosa besar adalah kafir, dalam arti murtad oleh karena itu wajib dibunuh. Kaum Khawarij
memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan kampung halamannya untuk
mengabdikan diri kepada Allah dan rasulnya.
2.
Aliran
Murji’ah, yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih
muknin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah kepada
Allah SWT untuk mengampuni atau tidak.
3.
Aliran
Mu’tazilah, aliran ini berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan
kafir tetapi bukan pula mukmin. Namun mereka terletak di antara dua posisi
kafir dan mukmin. Dalam teologi mu’tazilah, orang seperti ini dikatakan
“tanzilu baina manzilatain.”
4.
Aliran
Qodariah, aliran ini terkenal dengan pemikiran Free Will dan Free act
(kebebasan berkehendak dan berbuat). Aliran ini memiliki pandangan yang
menyatakan manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan berbuat
5.
Aliran
Jabariah, aliran Jabariah berpandangan manusia dalam segala tingkah lakunya
bertindak atas dasar paksaan dari Allah atau dengan kata lain manusia tidak
mempunyai kemerdekaan menentukan kehendak dan perbuatan.
6.
Aliran
Asy’ariah, aliran Asy’ariah merupakan aliran teologi tradisional yang di susun
oleh Abu Hasan al-Asy’ari (935 M). Pada awalnya Abu Hasan al-Asy’ari merupakan
orang Mu’tazilah yang merasa tidak puas dengan teologi Mu’tazilah. Dalam satu
riwayat keluarnya Abu Musa al-Asy’ari dari Mu’tazilah dikarenakan ia pernah
bermimpi bahwa Mu’tazilah di cap Nabi Muhammad sebagai ajaran yang sesat.
7.
Aliran
Maturidiah, aliran yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi (944 M).
7. Dalam perkembangan selanjutnya dua aliran terakhir
yakni Asyari’ah dan Maturidiah di kenal dengan nama aliran Ahlus Sunah Wal
Jamaah. Kedua aliran ini dibedakan dalam lapangan hukum Islam. Aliran Asyariah
lebih cenderung dengan pendekatan Imam Syafi’I, sedangkan aliran Maturidiah
cenderung pada pendekatan Imam Hanifah.[9][17]
Dari pemikiran tersebut, dapat kita ketahui bahwa
pendekatan teologi dalam pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau
simbol-simbol keagamaan yang masing-masing mengklaim dirinya sebagai yang
paling benar sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu
yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham yang lainnya
salah, sehingga memandang paham lain keliru, sesat, kafir, murtad dan
setrusnya. Demikian pulapaham yang dituduh keliru, sesat dan kafir itupun
menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian,
maka terjadilah proses saling mengkafirkan dan seterusnya. Dengan demikian satu
aliran dengan aliran lainnya tidak terbuka dialog dan tidak saling menghargai,
yang ada hanya ketertutupan (eksklusifisme)
sehingga yang terjadi pemisahan dan terkotak-kotak.[10]
Fenimena ini, sebenarnya yang disebutkan diatas mengklaim
kebenaran (truth claim) yang menjadi
sifat dasar teologi.Kecenderungan ini tentunya dianggap kurang kondusif untuk
melihat rumah tangga penganut agama lain secara bersahabat, sejuk, dan ramah.
Adalah tugas mulia bagi para teolog dari berbagai agama untuk memperkecil
kecenderungan tersebut dengan cara memformulasikan kembali khazanah pemikiran
teologi mereka untuk lebih mengacu pada titik temu antar umat beragama.[11]
C.
Teologi Era Kontemporer
Dewasa ini bercampur
aduknya doktrin teologi dengan historitas institusi sosial kemasyarakatan yang
menyertai dan mendukungnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat
beragama. Tapi, justru keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan
dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian menjadi baahan subur
bagipeneliti agama, Dari situ, kemudian muncul trobosan baru untuk melihat
pemikiran teologi yang termanifestasikan dalam “budaya” tertentu secara lebih
objektif lewat pengamatan empirik faktual, serta pranata-pranata sosial
kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya.[12]
Berkenaan dengan hal diatas, saat ini muncul apa yag
disebut dengan istilah teologi masa kritis atau kotemporer, yaitu suatu usaha
manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu
penafsirana atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks
permasalahan masa kini.
Salah satu ciri dari teologi masa kini adalah sifat
kritisnya. Sikapa kritis ini ditujukan pertama-tama pada agamanya sendiri
(agama sebagai institusi sosial dan kemudia juga kepada situasi yang
dihadapinya). Teologi sebagai kritik agama berarti antara lain mengungkapkan
berbagai kecenderungan dalam isntitusi agama. Teologi kritis juga bersikap
kriris pada ligkungannya. Penggunaan ilmu-ilmu sosial dalm teologi merupakan
fenimena baru dalam teologi. Lewat ilmu-ilmu sosial itu dapat diperoleh
gambaran mengenai situasi yang ada. Denga demikian, teologi ini bukan hanya
berhenti pada pemahaman mengenai ajaran agama, tapi mendorong terjadinya transromasi sosial[13].
Menurut
pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kontemporer ini ada 4 (empat)
prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis,
modernis, mesianis dan tradisionalis. Keempat prototipe
pemikiran keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan
begitu saja. Masing-masing mempunyai ”keyakinan” teologi yang seringkali sulit
untuk didamaikan.[14]
BAB
III
PENDEKATAN
FILOSOFIS
A. Pengertian Filosofis
Secara
harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha manutkan sebab dan akibat serta berusaha manafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahsa Indonesia,
Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala
yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ”adanya” sesuatu.
Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan
Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sitemik,
radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.[15]
B. Pendekatan Filosofis
Filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik
objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang
terdapat dibalik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai
merek pulpen dengan kualitas dan harganya yang berbeda, namun inti semua pulpen
itu adalah sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah
semua nama dan jenis pulpen. Louis O. Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan
kefilsafatan ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan
berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan
secara mendalam, radikal, sistematik dan universal. Mendalam artinya dilakukan
sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas di mana akal tidak sanggup lagi.
Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa.
Sistematik maksudnya adalah dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode
berpikir tertentu, dan universal maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu
kepentingan kelompok
tertentu, tetapi untuk seluruhnya.[16]
tertentu, tetapi untuk seluruhnya.[16]
Sedangkan dalam kajian Islam berpikir
filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami agama, dengan
maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan
dipahami secara saksama. Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan
dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap
hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian ketika
seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual
yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari
suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya
spiritualitas yang dimiliki seseorang. Melalui pendekatan filosofis ini,
seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik,
yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa,
kosong tanpa arti. Yang didapatkan dari pengamalan agama hanyalah pengakuan
formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam kelima dan
berhenti sampai disitu saja. Tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang
terkandung di dalamnya. Namun demikian pendekatan filosofis ini tidak berarti
menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal.
Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk
(forma) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Islam sebagai agama
yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat
dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran
agamanya. [17]
Dari
pemaparan di atas penulis mencoba untuk merumuskan pengertian dari pendekatan
filosofis. Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau
paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai
sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan
filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik
sesuatu yang nampak.
C. Filsafat Dalam Islam
Dalam bahasa
Arab dikenal kata “hikmah dan hakim”, kata ini bisa diterjemahkan dengan arti
“filsafat dan filosof”. Kata “hukamul islam” bisa berarti “falasifatul islam”.
Hikmah adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan melalui
alat-alat tertentu, yaitu akal dan metode berpikirnya
Agama Islam
memberi penghargaan yang tinggi terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat al Quran
yang menganjurkan dan mendorong supaya manusia banyak berpikir dan menggunakan
akalnya. Di dalam Al Quran dijumpai perkataan yang berakar dari kata ‘aql
(akal) sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata kerja aktif, seperti
aquluh, ta’qilun, na’qil, ya’qiluha, dan ya’qilun. Dan masih banyak lagi kata
yang di pakai dalam Al Quran yang menggambarkan perbuatan berpikir[18]
Manusia
adalah makluk berfikir, yang dalam segala aktifitas kehidupannya selalu
berujung kepada mencari kebenaran tentang sesuatu. Misalnya dalam mencari
jawaban tentang hidup, berarti dia mencari kebenaran tentang hidup. Jadi dengan
demikian manusia adalah makluk pencari kebenaran. Dalam proses pencarian
kebenaran ini manusia menggunakan tiga instrumen, yaitu dengan agama, filsafat
dan dengan ilmu pengetahuan. Antara ketiganya mempunyai titik persamaan,
perbedaan dan titik singgung.
Titik
persamaannya adalah, bahwa baik agama, filsafat, maupun ilmu mempunyai tujuan
yang sama yaitu sama-sama mencari kebenaran. Agama, memberikan jawaban atas
segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang Tuhan, manusia,
maupun alam. Filsafat, memberikan jawaban baik tentang alam, manusia (yang
belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar jangkauannya), maupun
tentang Tuhan. Sedang ilmu pengetahuan memberikan jawaban tentang alam dan
segala isinya.
Titik
perbedaannya adalah ketiga-tiganya mempunyai sumber yang berbeda. Agama,
bersumber kepada wahyu sehingga kebenarannya bersifat mutlak. Sedangkan
filsafat dan ilmu pengetahuan bersumber ra’yu (akal, budi, dan rasio) manusia,
sehingga kebenarannya bersifat nisbi. Manusia mencari kebenaran malalui agama
dengan jalan mencari jawabannya dalam kitab suci. Filsafat mencari kebenaran
dengan jalan berpikir secara radikal, integral dan universal. Sedangkan ilmu
pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan riset, empiris dan eksperimen.[19]
Titik
singgungnya adalah tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab
oleh ilmu pengetahuan karena ilmu terbatas dalam arti terbatas oleh subyek
peneliti, obyek dan oleh metodologinya. Tidak semua masalah yang tidak terjawab
oleh ilmu pengetahuan bisa dijawab oleh filsafat dengan sendirinya karena
jawaban filsafat bersifat spekulatif. Sedangkan agama menjawab berbagai masalah
asasi yang tidak terjawab oehl ilmu pengetahuan dan filsafat.[20]
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan teologis
memfokuskan pada sejumlah konsep khususnya yang didasarkan pada ide
theos-logos, studi atau pengetahuan tentang Tuhan. Teologi sering berpusat pada
doktrin. Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang
menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang
paling benar, yang lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu
keliru, kafir, sesat, dan murtad. Pendekatan teologis dalam memahami agama
menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari
keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal
dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih
dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan
dalil-dalil dan argumentasi.
Islam sebagai agama yang banyak
menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat
memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Pendekatan
filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan
inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek
formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang
dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Memahami ajaran
Islam dengan pendekatan filosofis ini dimaksudkan agar seseorang melakukan
pengamalan agama sekaligus mampu menyerap inti, hakikat atau hikmah dari apa
yang diyakininya, bukan sebaliknya melakukan tanpa makna. Diantara
cabang-cabang filsafat adalah metafisika, logika, epistemologi, dan etika.
Daftar Pustaka
Abdullah,
Amin, Dinamika Islam Cultural, Bandung; Mizan, 2000
Manaf,
Mujtahid Abdul, Ilmu Perbandingan Agama, Cet. Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1994),
Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada,2012)
[2]. Harun Nasution, Teologi Islam:
Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 2002), hlm.
9.
[3]. Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas,
(Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 10.
[5]
Abudin
Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012) hlm,28
[6]
Amin
Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas, (Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 1999)
[7] Mujtahid Abdul
Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, Cet. Islam, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1994), hlm. 3.
[8]
Abudin
Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012) hlm29
[9][17] Harun
Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI Press, 2009), hlm. 9-11.
[10]
Abudin
Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012) hlm29
[13]
Abudin
Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012) hlm32
[15]
Abudin
Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012)42
[17]
Abudin
Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012)42
[19]
Abdullah,
Amin. 1999. Studi Agama: Normativitas
atau Historitas. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar)hlm45
No comments:
Post a Comment