MAKALAH
ALIRAN
QADARIYAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ILMU KALAM
Dosen Pengampu : Wahyu Setiawan M.Ag
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Mujadid Ahmad (1602030032)
2. Muhamad Samsuri (1602030037)
3. Raden Yusuf (1602030062)
4. Nurul Hidayah (1602030035)
FAKULTAS
SYARIAH
PROGRAM STUDY
AL-AHWALUS SYAHSIYYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN 2016
KATA
PENGANTAR
Assalamuaikum Wr.wb
Alhamdulilah hirobilalamin. Puji syukur kami haturkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan tugas
matakuliah Bahasa Indonesia.
Sholawat dan salam kami hadirkan
kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat islam
menuju zaman kebenaran.
Atas terwujudnya makalah ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Wahyu Setiawan M.Ag, selaku dosen pembimbing dalam mata
kuliah Ilmu Kalam
2. Segala
pihak yang telah membantu seluruh proses makalah ini dari awal samapi akhir.
Bila mana dalam pembuatan makalah
ini kami masih banyak kekerungan dan kesalahan,maka dari
itu kami mohon kritik dan saran yang membangun guna terciptanya hasil
yang lebih baik lagi.
Wasalamualaikum
Wr.wb
Metro, November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................. i
KATA
PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................
B.
Rumusan
Masalah........................................................................
C.
Tujuan...........................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalat
...........................................................................
B.
Dasar Hukum
Shalat.......................................................................
C.
Ketentuan
Shalat............................................................................
D.
Macam-macam Shalat
Sunnah.......................................................
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan......................................................................................
B.
Saran................................................................................................
C.
Daftar
pustaka..................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil
alamin yang majemuk yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan rasul-Nya
Muhammad SAW di muka bumi ini. Kemajemukan islam terlihat pada beragamnya
pendapat para ulama islam khususnya dalam bidang fiqih, dan hal tersebut tidak
menjadi masalah selama tidak bertentangan dengan sumber hukum utama dalam islam
yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Meskipun mentolerir keberagaman, dalam hal
tauhid islam tidak akan pernah mentolerir adanya keberagaman, didalam islam
Allah itu Esa dan sampai kapanpun Allah tetap Esa dan jika ada pendapat yang
meragukan hal tersebut maka secara otomatis ia dapat dikategorikan sebagai
kafir.
Keberagamann islam juga terlihat
dari banyaknya aliran teologi yang juga memiliki konsep pemikiran yang beragam
bahkan ada beberapa aliran teologi yang konsep pemikirannya saling
konntradiktif. Aliran-aliran teologi tersebut didalam studi islam biasanya memiliki
disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu kalam. Di dalam disiplin tersebut
dipelajari segala seluk beluk dari sebuah aliran teologi seperti asal usul
kemunculan, tokoh pendiri, konsep ajaran, dan lain-lain.
Kemunculan aliran-aliran teologi
islam tersebut memang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, namun Rasulullah
menegaskan bahwa dari sekian banyak aliran tersebut hanya akan ada satu aliran
yang selamat di akhirat yaitu aliran yang berpegang kepada Al Qur’an, Al
Hadits, dan sunnah para sahabat.
Didalam studi ilmu kalam, banyak
dipelajari aliran-aliran teologi islam seperti aliran murji’ah, aliran
khawarij, aliran jabariyah, aliran mu’tazillah, aliran asy’ariyah dan
lain-lain. Salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut adalah aliran
qadariyah yang akan kami bahas di dalam makalah kami ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
C. Tujuan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya
Aliran Qodariyah
Dikutip dalam buku Ilmu Kalam susunan Prof. Dr. H.Abdul
Razak, M.Ag dan Prof.Dr.H. Rohison Anwar M.Ag menyatakan Qadariyah berasal dari
bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.
Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya;
ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri,
berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk
nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution
menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan.
Seharusnya sebutan Qadariyah
diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah
laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah
melekai kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehandak.
Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh
lawan mereka dengan merujuk hadis yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah.
Hadist itu berbunyi:
Yang
artinya:
“Kaum Qodariyah adalah majusinya umat ini”
Kapan Qadariyah muncul dan siapa
tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Manurut Ahmad
Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali
dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah
seorang tabi’in yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri.
Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi
maula Usman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum,
seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali
memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semuala beragama kristen
kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari orang inila Ma’bad
dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana
dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib Yang memproleh informasi dari Al-Auzai, adalah
Susan.
Sementara itu, W. Montgomery watt
menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang
dipublikasikan melaului majalah Der Islam
pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam
kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan Al-Basri
termasuk orang Qadariyah atau bukan. Hal ini memang menjadi perdebatan, namun
yang jelas, berdasarkan catatannya terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas
memilih antara berbuat baik atau buruk.
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi,
menurut watt, adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri.
Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi
dalam Mizan Al-I’tidal, seperti
dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada
Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin fahm Qadariyah ini mula-mula dikembangkan
oleh Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah
dalam Syahrul Al- Uyun bahwa fahan
Qadariyah berasal dari orang irak kristen yang masuk islam kemudian kembali
lagi kekristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan faham
ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah. Lagi pula
menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher , dikalangan gereja timur
ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir doktrin Qadariyah yang mencekam
pikiran para teologinya.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya
Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang
menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum
sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali.
Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian
Hasan Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang
mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak
yang telah masuk islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghallian . Sebagian
lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh
orang-orang yang banyak dipekerjakan diistana-istana Khalifah.
Faham Qadariyah
mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu, ada beberapa hal yang
mengakibatkan terjadinua reaksi keras ini.
Pertama, seperti
pendapat Harun Nasution, karena masyarakat arab sebelum islam kelihatannya
dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa arab ketika itu serba
sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada
keganasan alam. Panas yang menyengat, serta tanah dan gunung yang gundul.
Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang
ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. faham itu terus dianut kedatipun mereka
telah beragama islam, karena itu , ketika faham Qadariyah di kembangkan ,
mereka tidak dapat menerimanya, faham Qadariyah itu dianggap bertentangan
dengan doktrin islam.
Kedua tantangan dari pemerintah ketika
itu. Tantangan itu sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan
menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap
gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya
kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka
yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta
kerajaan.[1]
B.
Doktrin-doktrin Pokok Qodariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian
tentang ajaran Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan
baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan
bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas
segala perbuatannya.
Dengan
demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang
umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali
terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang
diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu
hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah. [2]
Secara
alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti
hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan kecuali tidak mempunyai
sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia
tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus
kilogram, tetapi
manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif. Dengan daya pikir yang
kreatif dan anggota tubuh yang dapat silatih terampil, manusia dapat meniru
yang dimiliki ikan sehingga dapat berenang dilaut, Demikian juga manusia dapat
membuat benda lain yang dapat membantunya membawa barang seberat yang dibawa
gajah, bahkan lebih ari itu.
Menurut Dr.
Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut pokok-pokok ajaran qadariyah sebagai berikut :
a. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik
dan orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.
b. Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah
yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik
(surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka)
atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah
berhak disebut adil.
c. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati
bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar
dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu
mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
d. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang
baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya
segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
Selanjutnya terlepas apakah
paham qadariyah itu di pengaruhi oleh
paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat
yang dapat menimbulkan paham qadariyah.
Dalam QS. Al Ra’ad ; 11,
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan diri mereka sendiri”
QS. Al-Kahfi ; 29
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir”.[3]
Dalil-dalil landasan aliran
Qodariyah
Dalil naqli
Q.S Ar-Ra’du: 11
”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Q.S An-Nisa’ 110
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Dalil aqli
- Jika perbuatan manusia diciptakan atau dijadikan oleh Allah Swt. Mengapa manusia diberi pahala jika berbuat baik dan disiksa jika berbuat maksiat dan dosa,bukankah yang membuat atau yang menciptakan perbuatan itu adalah Allah Swt. Sendiri.jika demikian halnya berarti Allah Swt. Tidak bersikap adilterhadap manusia, sedangkan manusia itu sendiri adalah ciptaanNya.[4]
- Melihat bahwa terdadap ayat-ayat al-Quran dan dalil-dalil aqli menjadi landasan kedua golongan tersebut, tidak mengherankan, sekalipun penganjur paham Jabariyah dan Qadariyah telah lama meninggal, akan tetapi masih terdapat dikalangan kaum muslimin. Dalam sejarah teologi islam selanjutnya, paham Qadariyah dianut oleh paham Muktazilah sedangkan paham Jabariyah terdapat dalam aliran Asy-‘Ariyah.
C. Tokoh-tokoh Qodariyah
Berikut ini
adalah tokoh-tokoh Qadariyah, yaitu:
a.
Ma’bad al Juhani
Menurut riwayat Ibnu Natabah Ma’bad
mengambil paham Qadariyah dari seorang Kristen yang masuk Islam kemudian
berbalik lagi (Murtad). Sementara itu Adz Dzahabi dalam “Mizan al-I’tidal”
menulis bahwa ia seorang tabi’in yang dapat dipercaya, kendatipun dipandang
memberikan contoh yang kurang pas dalam masalah Qadariyah ini.
Ma’bad termasuk murid Abu Dzar
al-Ghifari. Ia pernah juga berguru kepada Hasan al Bashri. Ia dinyatakan orang
pertama yang membahas tentang qadar. Dari sinilah mulai bangkit golongan
Muslimin yang berijtihad secara rasional terhadap Nash Alquran dan Sunnah Nabi.
Ia yang telah membangkitkan semangat rasional itu ternyata akhir hayatnya
dibunuh oleh al-Hajjaj setelah memberontak bersama Ibnu al-Asy’at. Dari sini
dapat dikatakan bahwa ia dihukum bunuh karena terlibat persoalan politik dan
bukan karena dituduh sebagai seorang Zindiq.
b.
Ghaylan ad-Dimasqi
Ayah Ghaylan adalah seorang budak
yang telah dimerdekakan oleh sahabat Utsman bin Affan. Ghaylan tinggal di
Damaskus, ia mahir berpidato sehingga banyak orang yang tertarik kepadanya dan
mengikuti paham Qadariyah ini. Karena paham ini dianggap menyesatkan, maka
Hisyam bin Abdul Malik menahan dan memerintahkan untuk memotong kaki dan
tangannya, kemudian dibunuh dan di salib.[5]
D.
Perkembangan Aliran Qodariyah
Munculnya
paham Qadariyah ini dapat dikatakan lebih dahulu dari paham Jabariyah.
Penyebaran ajaran Qadariyah terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz
dari khalifah Bani Umayyah. Ditinjau dari segi politik, keberadaan Qadariyah
merupakan tantangan bagi Dinasti Umayyah sebab dengan paham yang
disebarluaskannya membangkitkan pemberontakan sehingga aliran ini selalu
mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham ini tetap
berkembang.Ajaran-ajaran Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup, tetapi
khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban hukum.
Akhirnya, Ma’bad al-Juhani dan beberapa pengikutnya ditangkap dan ia sendiri
dihukum mati di Damaskus ( 80 H / 690 M ). Pendapat lain mengatakan bahwa
kematian Ma’bad al-Juhani karena persekongkolannya dengan gubernur
Sajistan, Abdurrahman al-Asy’ats melakukan pemberontakan terhadap penguasa Bani
Umayyah, sehingga ia dibunuh oleh Hajjaj. Setelah peristiwa ini, pengaruh paham
Qadariyah semakin surut. Akan tetapi, setelah munculnya aliran Mu’tazilah,
menjadi wajah baru bagi Qadariyah karena antara paham Mu’tazilah dengan
Qadariyah mempunyai persamaan yang selanjutnya pengikutnya dikenal sebagai kaum
Qadariyah Mu’tazilah.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah
singkat kami ini maka dapat ditarik kesimmpulan sebagai berikut :
Ø Aliran
qadariyah adalah salah satu aliran teologi islam yang berpaham bahwa segala tindakan
manusia tidak diinterfensi oleh Allah melainkan atas kemampuann dan pilihan
manusia itu sendiri , mau melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk.
Ø Secara jelas
awal kemunculan aliran qadariyah belum diketahui, tapi ada beberapa sumber
menjelaskan bahwa kemunculan aliran qadariyah dipelopori oleh Ma’bat Al Jauhani
dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
Ø Menurut
qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan
seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah
sunnatullah, dan secara alamiah manusia tidak dapat merubahnya, tapi manusia
dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki takdir tersebut dengan kemampuan dan
kekuasaannya sendiri.
SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca terutama
pada dosen mata kuiah ini, agar dapat pembuatan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka
Sedia, 1998).
Anwar, Rosihan, Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
Abdullah, Amin, Falsafah Kalam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 1995)
Nasir, Sahilun A, Pemikiran Kalam, Teologi Islam (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012)
Nata, Abudin, Ilmu
Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
Razak, Abdul, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia,
2012)
Dan Razak, Abdul, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm 87
[2]. Rosihan
Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2012)
Dan Razak, Abdul, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm 91
[3] .Nasir, Sahilun A, Pemikiran Kalam, Teologi Islam (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012) hlm 139
[6] Nasir,
Sahilun A, Pemikiran Kalam, Teologi Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hlm146
No comments:
Post a Comment