Monday, November 14, 2016

aliran qodariah ilmu kalam



MAKALAH
ALIRAN QADARIYAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ILMU KALAM
Dosen Pengampu : Wahyu Setiawan M.Ag

 Disusun Oleh:
Kelompok 5
1.      Mujadid Ahmad                     (1602030032)
2.      Muhamad Samsuri                  (1602030037)
3.      Raden Yusuf                           (1602030062)
4.      Nurul Hidayah                                    (1602030035)

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM  STUDY  AL-AHWALUS  SYAHSIYYAH
SEKOLAH  TINGGI  AGAMA  ISLAM  NEGRI
  (STAIN)  JURAI SIWO METRO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR



Assalamuaikum Wr.wb

            Alhamdulilah  hirobilalamin. Puji syukur kami  haturkan kehadirat  ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan tugas matakuliah Bahasa Indonesia.
            Sholawat dan salam kami hadirkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat islam menuju zaman kebenaran.
            Atas terwujudnya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1.      Bapak Wahyu Setiawan M.Ag, selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Ilmu Kalam
2.      Segala pihak yang telah membantu seluruh proses makalah ini dari awal samapi akhir.

            Bila mana dalam pembuatan makalah ini kami masih banyak kekerungan dan kesalahan,maka  dari  itu kami mohon kritik dan saran yang membangun guna terciptanya hasil yang lebih baik lagi.

Wasalamualaikum Wr.wb

                                                                                                Metro,  November  2016


                                                                                                            Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................                i
KATA PENGANTAR...............................................................................                ii
DAFTAR ISI.............................................................................................                 iii
BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................             
B.     Rumusan Masalah........................................................................
C.     Tujuan...........................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Shalat ...........................................................................
B.     Dasar Hukum Shalat.......................................................................
C.     Ketentuan Shalat............................................................................
D.    Macam-macam Shalat Sunnah.......................................................
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................
B.     Saran................................................................................................
C.     Daftar pustaka..................................................................................

     





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang majemuk yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan rasul-Nya Muhammad SAW di muka bumi ini. Kemajemukan islam terlihat pada beragamnya pendapat para ulama islam khususnya dalam bidang fiqih, dan hal tersebut tidak menjadi masalah selama tidak bertentangan dengan sumber hukum utama dalam islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Meskipun mentolerir keberagaman, dalam hal tauhid islam tidak akan pernah mentolerir adanya keberagaman, didalam islam Allah itu Esa dan sampai kapanpun Allah tetap Esa dan jika ada pendapat yang meragukan hal tersebut maka secara otomatis ia dapat dikategorikan sebagai kafir.
Keberagamann islam juga terlihat dari banyaknya aliran teologi yang juga memiliki konsep pemikiran yang beragam bahkan ada beberapa aliran teologi yang konsep pemikirannya saling konntradiktif. Aliran-aliran teologi tersebut didalam studi islam biasanya memiliki disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu kalam. Di dalam disiplin tersebut dipelajari segala seluk beluk dari sebuah aliran teologi seperti asal usul kemunculan, tokoh pendiri, konsep ajaran, dan lain-lain.
Kemunculan aliran-aliran teologi islam tersebut memang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, namun Rasulullah menegaskan bahwa dari sekian banyak aliran tersebut hanya akan ada satu aliran yang selamat di akhirat yaitu aliran yang berpegang kepada Al Qur’an, Al Hadits, dan sunnah para sahabat.
Didalam studi ilmu kalam, banyak dipelajari aliran-aliran teologi islam seperti aliran murji’ah, aliran khawarij, aliran jabariyah, aliran mu’tazillah, aliran asy’ariyah dan lain-lain. Salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut adalah aliran qadariyah yang akan kami bahas di dalam makalah kami ini.

B. Rumusan Masalah
1.       
C. Tujuan




























BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Aliran Qodariyah
Dikutip dalam buku Ilmu Kalam susunan Prof. Dr. H.Abdul Razak, M.Ag dan Prof.Dr.H. Rohison Anwar M.Ag menyatakan Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri, berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan.
Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melekai kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehandak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadis yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah. Hadist itu berbunyi:
            Yang artinya:
                                    Kaum Qodariyah adalah majusinya umat ini

Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Manurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang tabi’in yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
 Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari orang inila Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib Yang memproleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.
Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau bukan. Hal ini memang menjadi perdebatan, namun yang jelas, berdasarkan catatannya terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas memilih antara berbuat baik atau buruk.
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin fahm Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul Al- Uyun bahwa fahan Qadariyah berasal dari orang irak kristen yang masuk islam kemudian kembali lagi kekristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan faham ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher , dikalangan gereja timur ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir doktrin Qadariyah yang mencekam pikiran para teologinya.
 Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad dan Ghallian . Sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan diistana-istana Khalifah.
 Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu, ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinua reaksi keras ini.
Pertama, seperti pendapat Harun Nasution, karena masyarakat arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam. Panas yang menyengat, serta tanah dan gunung yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. faham itu terus dianut kedatipun mereka telah beragama islam, karena itu , ketika faham Qadariyah di kembangkan , mereka tidak dapat menerimanya, faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin islam.
 Kedua tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan itu sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.[1]

B. Doktrin-doktrin Pokok Qodariyah

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah. [2]
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan kecuali tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram, tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat silatih terampil, manusia dapat meniru yang dimiliki ikan sehingga dapat berenang dilaut, Demikian juga manusia dapat membuat benda lain yang dapat membantunya membawa barang seberat yang dibawa gajah, bahkan lebih ari itu.

Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut pokok-pokok ajaran qadariyah sebagai berikut :
a.    Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.
b.   Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
c.    Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
d.   Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
Selanjutnya terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah.
Dalam QS. Al Ra’ad ; 11, 
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka   merobah keadaan diri mereka sendiri”
QS. Al-Kahfi ; 29
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.[3]

Dalil-dalil landasan aliran Qodariyah
Dalil naqli
 Q.S Ar-Ra’du: 11
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Q.S An-Nisa’ 110
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalil aqli
  1. Jika perbuatan manusia diciptakan atau dijadikan  oleh Allah Swt. Mengapa manusia diberi pahala jika berbuat baik dan disiksa jika berbuat maksiat dan dosa,bukankah yang membuat atau yang menciptakan perbuatan itu adalah Allah Swt. Sendiri.jika demikian halnya berarti Allah Swt. Tidak bersikap adilterhadap manusia, sedangkan manusia itu sendiri adalah ciptaanNya.[4]
  2. Melihat bahwa terdadap ayat-ayat al-Quran dan dalil-dalil aqli menjadi landasan kedua golongan tersebut, tidak mengherankan, sekalipun penganjur paham Jabariyah dan Qadariyah telah lama meninggal, akan tetapi masih terdapat dikalangan kaum muslimin. Dalam sejarah teologi islam selanjutnya, paham Qadariyah dianut oleh paham Muktazilah sedangkan paham Jabariyah terdapat dalam aliran Asy-‘Ariyah.
C. Tokoh-tokoh Qodariyah
Berikut ini adalah tokoh-tokoh Qadariyah, yaitu:
a.       Ma’bad al Juhani
Menurut riwayat Ibnu Natabah Ma’bad mengambil paham Qadariyah dari seorang Kristen yang masuk Islam kemudian berbalik lagi (Murtad). Sementara itu Adz Dzahabi dalam “Mizan al-I’tidal” menulis bahwa ia seorang tabi’in yang dapat dipercaya, kendatipun dipandang memberikan contoh yang kurang pas dalam masalah Qadariyah ini.
Ma’bad termasuk murid Abu Dzar al-Ghifari. Ia pernah juga berguru kepada Hasan al Bashri. Ia dinyatakan orang pertama yang membahas tentang qadar. Dari sinilah mulai bangkit golongan Muslimin yang berijtihad secara rasional terhadap Nash Alquran dan Sunnah Nabi. Ia yang telah membangkitkan semangat rasional itu ternyata akhir hayatnya dibunuh oleh al-Hajjaj setelah memberontak bersama Ibnu al-Asy’at. Dari sini dapat dikatakan bahwa ia dihukum bunuh karena terlibat persoalan politik dan bukan karena dituduh sebagai seorang Zindiq.
b.      Ghaylan ad-Dimasqi
Ayah Ghaylan adalah seorang budak yang telah dimerdekakan oleh sahabat Utsman bin Affan. Ghaylan tinggal di Damaskus, ia mahir berpidato sehingga banyak orang yang tertarik kepadanya dan mengikuti paham Qadariyah ini. Karena paham ini dianggap menyesatkan, maka Hisyam bin Abdul Malik menahan dan memerintahkan untuk memotong kaki dan tangannya, kemudian dibunuh dan di salib.[5]

D. Perkembangan Aliran Qodariyah
Munculnya paham Qadariyah ini dapat dikatakan lebih dahulu dari paham Jabariyah. Penyebaran ajaran Qadariyah terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dari khalifah Bani Umayyah. Ditinjau dari segi politik, keberadaan Qadariyah merupakan tantangan bagi Dinasti Umayyah sebab dengan paham yang disebarluaskannya membangkitkan pemberontakan sehingga  aliran ini selalu mendapat  tekanan dari pemerintah, namun paham ini tetap berkembang.Ajaran-ajaran Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup, tetapi khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban hukum. Akhirnya, Ma’bad al-Juhani dan beberapa pengikutnya ditangkap dan ia sendiri dihukum mati di Damaskus ( 80 H / 690 M ). Pendapat lain mengatakan bahwa  kematian  Ma’bad al-Juhani karena persekongkolannya  dengan gubernur Sajistan, Abdurrahman al-Asy’ats melakukan pemberontakan terhadap penguasa Bani Umayyah, sehingga ia dibunuh oleh Hajjaj. Setelah peristiwa ini, pengaruh paham Qadariyah semakin surut. Akan tetapi, setelah munculnya aliran Mu’tazilah, menjadi wajah baru bagi Qadariyah karena antara paham Mu’tazilah dengan Qadariyah mempunyai persamaan yang selanjutnya pengikutnya dikenal sebagai kaum Qadariyah Mu’tazilah.[6]


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah singkat kami ini maka dapat ditarik kesimmpulan sebagai berikut :
Ø  Aliran qadariyah adalah salah satu aliran teologi islam yang berpaham bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah melainkan atas kemampuann dan pilihan manusia itu sendiri , mau melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk.
Ø  Secara jelas awal kemunculan aliran qadariyah belum diketahui, tapi ada beberapa sumber menjelaskan bahwa kemunculan aliran qadariyah dipelopori oleh Ma’bat Al Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.
Ø  Menurut qadariyah takdir adalah ketentuan yang diciptakan Allah bagi semesta alam dan seluruh isinya sejak awal yang didalam istilah Al Qur’an disebut dengan istilah sunnatullah, dan secara alamiah manusia tidak dapat merubahnya, tapi manusia dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki takdir tersebut dengan kemampuan dan kekuasaannya sendiri.

SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Sedia, 1998).
Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
Abdullah, Amin, Falsafah Kalam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995)
Nasir, Sahilun A, Pemikiran Kalam, Teologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)
Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
Razak, Abdul, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012)



[1].  Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2012)
  Dan Razak, Abdul, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm 87


[2]. Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2012)
                 Dan Razak, Abdul, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm 91
[3] .Nasir, Sahilun A, Pemikiran Kalam, Teologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hlm 139

[4]. Ibid, hlm 141

[6] Nasir, Sahilun A, Pemikiran Kalam, Teologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hlm146